ETNOGRAFI PAPUA - SUKU MEE

 

Tugas Etnografi Papua

Ringkasan

( Masyarakat Mee Di Sekitaran Danau Paniai )

 


 

Oleh :

Nama   :   Keny Maikel Giyai

Nim      :   2020061024004

Kelas   :   A_Teknik Elektro

 

 

TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

Alamat : jln Kamp Wolker Waena, Jayapura Papua 99351

 

 

 

 

MASYARAKAT MEE DI SEKITARAN DANAU PANIAI

 

1.     Nama dan Bahasa

    Orang mee (ekagi, ekari ) menyebut dirinya Mee, yang berarti “ manusia”. Orang mee terdiri dari lima sub suku bangsa, yaitu :

a)    Eguway

b)   Mogopia

c)    Iyatuma

d)   Wodatuma

e)    Makituma

Nama ekari adalah sebutan tetangga timur oran mee, yakni orang moni yang berarti orang-orang pungutan yang  tidak memiliki apa-apa. Nama itu muncul ketika orang moni berperan melawan orang mee, dan kedua belah pihak saling melontaran ejekan. Ejekan “ekari” yang di teriakan oleh orang moni kemudia menjadi sebutan alternative bagi orang mee.

Menurut orang mee sendiri, nama mee sangat cocok dengan mitologi mereka, karena ada hubungan yang erat dengan manusia yang pertama-tama diciptakan tokoh dewa tertinggi, yaitu Eguwai. Dalam bahasa mee, “ mee “ sama dengan  “mene” dalam bahasa moni, yang berarti “ makhluk manusia, yang secara khusus membedakan makhluk manusia dari mahkluk halus, de, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya.

Suku-suk yang mendiami daerag tingkat II Kab.Paniai dapat di golongkan ke dalam tiga golongan besar, yaitu :

a)  Suku yang mendiami daerah pantai nabire, yaitu orang wandamen, dan suku-suku yang tinggal di daeraa hulu sungai wapoga, yakni suku Mor, Mambor, Kewu, Wanggeri;

b)  Suku yang tinggal di daerah transisi antara pantai dan pedalaman Nabire, yaitu suku siriwo dan yabi;

c)  Suku yang berdiam di dataran tinggi di daerah pedalaman paniai dan sekitarya, yaitu suku Mee, Moni, dan Wodani, kemudian suku undone ( amungme ), Damal, Dem, Wano, Dani Barat yang berdiam diri di daerah Bokondini.

 

 

 

 

2.      Lokasi

    Orang mee bermukiman di suatu dataran tinggi yang bersalju abadi, kecuali itu di sana- sini terdapat lembah yang dalam dengan kawasan hutan yang lebat.

    Luas seluruh wilayah orang mee mencapai 855.64 Km persegi, yang terletak pada ketinggian 1.765 meter diatas permukaan laut. Daerah orang mee dan sekitarnya merupakan hutan heterogen yang potensial untuk ekspor kayu dan rotan, sedangkan dalam tanahnya terkandung timah dan tembaga.

    Orang mee tersebar di wilayah kecamatan, yaitu paniai timur, paniai barat, tigi, uwapa, homeyo, waghete, dan moanemani, perkampungan mereka di bangun mengikuti jalan atau mengelilingi danau paniai, danau Tage dan danau Tage.

a)  Rumah

rumah adat dari suku Mee yang bernama Yamewaa. Rumah adat ini merupakan rumah adat khusus untuk para pria yang berada di kawasan suku tersebut.  Cara pembuatan rumah adat ini dilakukan dengan bagian pertama masyarakat akan mengumpulkan rotan dan kayu-kayu yang dapat digunakan sebagai alat penyangga pada rumah. Semua dinding rumah terbuat dari kayu-kayu dan beberapa daun alang-alang yang berfungsi sebagai atap rumah juga. Di bagian dalam rumah inipun terdapat tungku api sebagai alat penghangat dalam rumah dan juga sebagai tempat masak memasak.

                     

Rumah adat suku mee ( emaawaa ) https://pamea30.wordpress.com/2017/06/11/rumah-adat-suku-mee-papua/

 

 

 

 

 

3.      Demografi

     Berdasarkan peta fisiografi seluas 14.582,97 Km2 atau sekitar 80,54 % wilayah Kabupaten Paniai mempunyai ketinggian antara 1000 s/d 3000 meter diatas permukaan laut.

CUACA DAN IKLIM, Iklim di wilayah Kabupaten Paniai berdasarkan klasifikasi (Schmid dan Ferguson) termasuk iklim type A yang sangat basah dengan curah hujan antara 2500 s/d 4000 MM per tahun. Suhu udara antara 270C sampai dengan 340C pada daerah-daerah dataran rendah dan lembah. Sedangkan pada daerah pegunungan suhu udara dipengaruhi oleh ketinggian, dimana setiap kenaikan 100 meter dari permukaan laut suhu udara mengalami penurunan rata-rata 0,600C. Untuk daerah sekitar Danau Paniai, Danau Tigi dan Danau Tage, suhu udaranya bervariasi antara 100C – 30C.

HIDROLOGI, Wilayah Kabupaten Paniai dilalui oleh banyak sungai, baik yang besar maupun yang kecil. Beberapa sungai yang besar yang melalui Kabupaten Paniai adalah sebagai berikut: : Sungai Weya yang mempunyai panjang 12 Km; Sungai Aga yang mempunyai panjang 15 Km; Sungai Eka cabang dari Sungai Aga; Sungai Yawei yang mempunyai panjang 10 Km; Selain sungai-sungai tersebut, terdapat tiga danau yaitu Danau Paniai, Danau Tage di Paniai Timur serta Danau Tigi di Distrik Tigi. JENIS TANAH, Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Paniai adalah jenis tanah Histosol, Inceptisol dan Ultisol yang dapat dirinci menurut tinggi rendahnya dataran seperti : Daerah rawa jenis tanah Histosol yang berwarna kelabu coklat terdapat di sekitar sekitar aliran sungai dengan kemiringan wilayah 0-3%.. Dataran rendah kering jenis tanahnya Histosol, jenis tanah ini terbentuk dari bahan organik dan selalu berair, serta jenis tanah inceptisol. Daerah lereng dan bukit terdapat tanah alfisol dan ultisol, yang didominasi oleh ultisol, terdapat di lereng bukit sampai ke daerah pegunungan di pedalaman. Daerah pegunungan secara umum jenis tanahnya ultisol, terdapat di sebagian besar pegunungan daerah pedalaman. (http://paniaikab.go.id/main/?page_id=266 ).

 

 

4.      Sistem Mata Pencarian Tradisional

     Mata pencarian pokok orang Mee adalah bercocok tanam di lading. Mereka mengenal sistem pembagian kerja antara wanita, pria, dan anak-anak, dalam kegiatan-kegiatan sosial seperti berladang, berburu, mengasuh anak, dan mengatur ekonomi rumah tangga. Pembagian kerja ini tampak dari cara mengerjakan kebun, yang mula-mula di lakukan oleh pria ( yaitu pekerjaan membersikan alang-alang, menebang pohon, membakar belukar, batang-batang pohon, serta daun-daun kering, dan menggali parit sekeliling lahan). Kemudian kaum wanita mengumpulkan sisa-sia kayu, yang mereka bawah pulang untuk kayu bakar, mencangkul tanah dengan seop, dan menanam beberapa jenis tanaman untuk makanan pokok mereka yaitu Nota ( ubi rambat ) dan sekitar 40 jenis tanaman lainnya, seperti sayuran-mayur dan bumbu-bumbu, serta buah-buahan.

     Di samping memelihara babi, orang Mee juga berburu kuskus pohon dan kuskus tanah serta jenis-jenis hewan liar  seperti babi hutan, kangguru, burung kasuari, burung mambruk, ayam hutan ( burung maleo ), dan jenis-jenis binatang langka lainnya, kecuali babi bule, yang di anggap keramat oleh orang Mee.

     Orang Mee jug menangkap ikan dan udang di danau dan sungai, pekerjaan ini mereka lakukan pada pagi, sore dan malam hari dengan menggunakan Ebai ( tanggu-tanggu ) yang  mereka anyam dari tali nylon, kemudian mereka mencari ikan menggunakan Meekoma ( Perahu ) yang berbentuk lesung dan di dayung dengan Gita ( dayung-dayung )

     Peralatan berbeburu orang Mee terdiri dari parang (Mawai ), Panah ( uka ), dan jerat pohon ( bokee ), dan  di samping itu juga mereka di bantu oleh anjing untuk berburu binatang buruannya.

 

5.      Organisasi Sosial

 

1)     Perkawinan

    Tatacara perkawinan suku Mee di awali dengan suatu penilaian yang dilakukan oleh orangtua atas kedewasaan serta kerajinan anaknya yang di nikahkan. Kemudian orangtua kedua belah pihak mulai mengadakan pembicaraan awal, yang disusul dengan lamaran. Pada waktu melamar, pihak keluarga proa menyerahkan sejumlah harta yang disebut “uang pintu” dan mas kawin yang terdiri dari berbagai macam benda adat dan uang tunai yang seluruhnya Rp.300.000,00 akan tetapi karna pergantian era, masa sekarang akan lupa dengan hal itu, melainkan mas kawin dengan uang tunai Rp.5.000.000,00 sampai dengan Rp.25.000.000,00. Kemudian Mas kawin ini biasanya di bagi antara kerabat ibu dan ayah calon mempelai wanita,  sesudah menikah, sepasang pengantin menetap secara (viriloka).

2)     Keluarga Inti dan Rumah Tangga

    Dasar masyarakat Mee adalah keluarga nti monogam. Dalam masyarakat ini tanpak gejala bahwa keluarga inti hanya terdiri dari seorang ibu serta anak-anak saja. Keluarga matrifokal yang banyak terdapat dalam masyarakat Mee agaknya di sebabkan karena kaum prianya banyak meninggalkan desanya untuk merantau. Untuk mengetahui sebab-sebabnya dari gejala merantau yang tinggi frekuensinya itu di lakukan suatu penelitian yang khusus.

3)     Pemimpin masyarakat

Serupa dengan masyarakat-masyarakat desa lain di seluruh irian jaya, dalam hal ini masyarakat Mee ada dua jabatan pemimpin, yaitu pemimpin yang di tunjuk oleh pemerintah dalam masyarakat di sebut ondowafi, sedangkan pemimpin adat adalah Tonawi.

4)     Upacara daur Hidup

Upacara-upacara seperti ini dalam semua kebudayaan dan di dunia dilakukan dalam lingkungan rumah tangga. Orang Mee pun menyelenggarakan upacara-upacara yang di lakukan berhubungan dengan kehamilan, kelahiran bayi, perkawinan, dan kematian.

     Pada saat seorang wanita akan melahirkan, ia di asingkan ke suatu rumah yang terpisah, proses kelahirannya biasa di tangani oleh ibunya sendiri, atau oleh ibu mertuanya. Beberapa bulan setelah bayi lahir, akan di laksanakan upacara selamatan secara sederhana.

     Bayi pada umumnya di susui selama 7-8 bulan. Setelah itu ia mendapat nama dan fam ayahnya, yang disertai dengan suatu upacara yang meriah. Beberapa hari setelah itu berlangsung  suatu  masa  nyepi, yang melarang para kerabat ayah maupun ibu si bayi unuk bekerja, dan mengharuskan mereka berpuasa.

Tarian adat pun tidak terlepas kehidupan setiap suku bangsa di planet bumi ini yang diperbaharui sesuai dengan perkembangan zaman yang semakin mengarahkan masyarakat ke ambang kehancuran, akibat pengaruh global. Begitu juga dengan konteks kehidupan masyarakat suku Mee. Ada beberapa tarian yang dimiliki dan diwariskan secara turun-temurun. Tarian yang dimaksud antara lain, seperti emaida (yosim), gaupe uga (pemberian nama), tegauwa, dll.

 

6.      Religi / Kepercayaan

     Walaupun sebagian besar masyarakat Mee secara resmi memeluk agama khatolik, tanggapan mereka tentang dunia Gaib masih banyak berasal dari religi atau kepercayaan tradisional mereka, yaitu antara lain keyakinan akan roh-roh orang meninggal, yang dianggap masih melayang-layang di sekitar rumah atau lingkungan kehidupan mereka selama beberapa waktu. Karena itu, apabila ada orang meninggal, seluruh anggota keluarganya di asingkan ke dalam suatu rumah selama beberapa waktu, agar mereka tida meularkan kematian kepada masyarakat sekitarnya.

     Orang Mee juga yakin akan adanya tokoh dewa tertinggi pencipta dunia bernama Eguwai. Eguwai menguasai roh-roh yang berkeliaran maupun yang telah menghuni dunia roh di bawah gunung. Dalam mitologi Eguwai di gambarkan sebagai ( seekor ular besar ) yang di bantu oleh sejumlah dewa seperti misalnya Cuyame, Wupeida, Kobaida, Amota, dan Kepota, untuk mengatur alam semesta. Eguwai menciptakan mahkluk manusia yang di beri nama Eduya, yang di bekalinya dengan berbagai macam aturan serta pantangan yang harus diajarkannya kepada para keturunannya. Namun ada pantangan yang tidak di patuhi oleh Eduya, dan karena itu, Eduya di kutuk oleh Eguwai sehingga ia tak dapat kembali ke tempat Eguwai selama-lamanya, dan bersama keturunannya akan tetap berada di dunia.

     Eduya di bekali berbaga macam alat, seperti kapak batu ( mogopiya ), Pisau batu ( putewai ), busur dan panah ( Ukaa mapegaa ), dan tanaman-tanaman seperti ubi rambat ( Nota ) dan tebu ( Pugiyee atau Etoo ), serta peliharaan seperti babi ( Ekina ), agar Eduya dapat bertahan hidup di dunia. Kutukan Eguwai terhadap Eduya, mirip dengan kutukan Tuhan terhadap Nabi Adam dalam agama Nasrani.

    Namun bergantinya era dan sudah masuknya injil di tanah papua, melalui ottow dan geisler, Suku Mee mengakui bahwa Ugatamee (Allah pencipta) bertakhta diatas langit biru, mengawasi segala ciptaanNya di bumi. Mereka menaati 10 hukum Musa. Sebelum Alkitab dibawah oleh para Misionaris, mereka telah mengenal dan melakukan 10 hukum seperti juga yang dituliskan dalam hukum Alkitab, yaitu:

1.   Akaitai, Akukai ibo eyaikai (hormatilah ayahmu dan ibumu)

2.   Me tewagi (jangan membunuh)

3.   Mogai Tetai (jangan berzinah)

4.   Oma temoti (jangan mencuri)

5.  Puyamana tewegai (jangan bersaksi dusta)

6.  Meka yagamo, kibigi tegai (jangan mengingini istri sesamamu)

7.   Meka yame kigibi tegai (Jangan mengingini suami sesamamu)

8.   Meka owa kigibi tegai (jangan mengingini rumah semamamu)

9.   Meka tai kigibi tegai (jangan mengingini kebun sesama)

10. Meka muniya agiyo kigibi tegai  (jangan mengingini lembuh atau sapi  sesamamu).

 

7.      Kesenian

     Kesenian adalah unsur yang tidak menonjol dalam kehidupan orang Mee, dan hanya terbatas pada menari dan menyanyi, yang mereka lakukan pada tiap upacara daur hidup, seperti pada upacara penyapihan bayi, pemberian nama, perkawinan, dan upacara-upacara umum seperti upacara kesuburan yang selalu diiringi tarian dan nyanyian. Akan tetapi di sisi lain dalam kesenian orang Mee juga sangat menonjol sekali dengan cara mereka bermain music, setisp mereka bermain music, pasti lebih dari 2 atau 3 orang, masing-masing dari mereka bermain gitar/jukulele, Bass, dan Melodi. Adapaun kesenian lain yaitu tarian adat. Tarian adat pun tidak terlepas kehidupan setiap suku bangsa di planet bumi ini yang diperbaharui sesuai dengan perkembangan zaman yang semakin mengarahkan masyarakat ke ambang kehancuran, akibat pengaruh global. Begitu juga dengan konteks kehidupan masyarakat suku Mee. Ada beberapa tarian yang dimiliki dan diwariskan secara turun-temurun. Tarian yang dimaksud antara lain, seperti emaida (yosim), gaupe uga (pemberian nama), tegauwa, uwaa yawee, gowai, dll.

 

       

       Gambar tarian emaida (http://sapereaudeboga.blogspot.com/2017/07/seni-tarian-tradisional-wilayah-meepago.html)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kesimpulan

 

Sejarah asal usul suku Mee bahwa suku Me ini datang dari lembah Baliem (Pagimo Peku) kurang lebih 900 tahun lalu, kira-kira di tahun 1100. Pagimo peku berarti bahwa Lembah Baliem yang dulunya Danau. Suku-suku lain ke arah Barat ketika lembah itu digenangi air. Mee artinya Manusia sejati. Jadi suku Mee ini mempunyai ciri-ciri khusus, yaitu berkulit coklat, berambut keriting, mempunyai budaya sendiri. Mereka mempunyai nilai-nilai sendiri.

Suku Mee bukan “Nomaden” yaitu hidup dengan berpinda-pinda, tetapi suku Mee memiliki keteraturan  hidup dari turun-temurun. Tempat-tempat yang didiami, mereka percaya bahwa tanah itu dimiliki oleh Ugatamee. Mereka mengerti bahwa mereka ditempatkan oleh Tuhan. Mereka hidup di sekitar danau Paniai, Tigi, Kamu, Mapia, Ororodo dan Topo/Nabire. Sama seperti suku- suku lainnya, suk mee, memiliki kebudayaan, kepercayaa yang mereka anut dan mereka jaga hingga saat ini.

 

 

Lampiran

Ø  https://pamea30.wordpress.com/2017/06/11/rumah-adat-suku-mee-papua/

( rumah adat suku mee )

Ø  http://sapereaudeboga.blogspot.com/2017/07/seni-tarian-tradisional-wilayah-meepago.html

( tarian emaida )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TRADISI BAKAR BATU DI DEIYAI

PENELITIAN RUGI DAYA DAN ENERGI SERTA KERUGIAN FINANSIAL