TRADISI BAKAR BATU DI DEIYAI

 PROPOSAL PENELITIAN

TRADISI BAKAR BATU DI DEIYAI

 






Proposal Ini Dibuat Guna Memenuhi Tugas Prasarah Mengikuti Kompetesi Dasar Karya Ilmiah



Oleh:

KENY MAIKEL GIYAI






DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROVINSI PAPUA

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 3 JAYAPURA

TAHUN 2019

KATA PENGANTAR


 Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat rahmat dan kasih karunia-Nya  sehingga saya dapat  menyelesaikan proposal penelititan dengan judul “Tradisi Bakar Batu di Deiyai”. Penulisan Proposal Penelitian ini disusun untuk memenuhi tugas prasarah mengikuti kompetesi dasar karya ilmiah mata di SMA Negeri 3 Jayapura, Papua 

 Dalam pembuatan dan penyusunan laporan proposal penelitian ini saya banyak menghadapi rintangan dan cobaan. Namun, puji Tuhan semua dapat teratasi tentunya dengan bantuan serta dorongan semangat dan kerjasama dari berbagai pihak. Olehnya pada kesempatan yang sangat berharga ini, dengan penuh kerendahan hati, secara tulus dan ikhlas, izinkan saya menyampaikan ucapan Terima kasih kepada :

1. Bapak Anton Djoko Martono selaku kepala sekolah  SMA Negeri 3 Jayapura, yang selalu memberi apresiasi dan dorongan kepada saya dalam menyelesaikan laporan proposal penelitian ini.

2. Ibu Eulis Anggia Budiarti selaku guru mata pelajaran bahasa indonesia dan Juga kepala perpustakaan SMA Negeri 3 Jayapura, yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga untuk memberikan pelajaran, bimbingan, arahan serta petunjuk selama proses penyusunan laporan proposal penelitian ini. 

3. Keluarga yang senantiasa telah banyak berkorban tenaga, dan pikiran, untuk selalu memberi semangat, motivasi, perhatian dan kasih sayang kepada saya sampai saat ini.


ABSTRAK


































DAFTAR ISI


Halaman Judul......................................................................................................... i

Kata Pengantar......................................................................................................... ii 

Abstrak..................................................................................................................... iii

Daftar Isi.................................................................................................................. iv

BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang........................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah...................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................... 2

1.4 Manfaat Penelitian..................................................................................... 2

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR.............................. 3

1.1  Deskripsi Teori...........................................................................................3

1.2  Kerangka Berpikir......................................................................................8

1.3  Hipotesis....................................................................................................

BAB 3 PROSEDUR PENELITIAN........................................................................ 9

       1.1  Metode Penelitian.......................................................................................9

       1.2  Populasi dan Sampel.................................................................................. 11

       1.3  Instrumen Penelitian.................................................................................. 12

       1.4  Teknik Pengumpulan Data........................................................................ 14

BAB 4 ORGANISASI, JADWAL, DAN BIAYA PENELITIAN

       1.1  Organisasi Penelitian.................................................................................

       1.2  Jadwal Penelitian.......................................................................................

       1.3  Biaya Yang Diperlukan.............................................................................

BAB 5 PENUTUP................................................................................................... 15

1.1 Kesimpulan................................................................................................ 15

1.2 Saran...........................................................................................................15

Daftar Pustaka.......................................................................................................... 16

Lampiran-Lampiran................................................................................................. 17


BAB I

PENDAHULUAN


1.1      Latar Belakang

  Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari banyak pulau. Karena itu Indonesia terkenal akan kekayaan budaya dan suku bangsanya yang beraneka ragam. Dimana dalam masing-masing daerah memiliki ciri khas budaya dan kebiasaannya.

Melihat ke Pulau paling Timur dari Indonesia yang dikenal dengan nama Papua yang memiliki banyak keistimewaan dan nilai-nilai tradisi yang belum banyak dipengaruhi oleh globalisasi. Dimana tradisi-tradisi dan adat kepercayaannya masih dipertahankan dan dilestarikan. Pulau yang terkenal dengan kekayaan alam ini , menjadi daya tarik tersendiri, bagi para wisatawan. Lautnya yang terkenal jernih dengan pemandangan yang begitu eksotis dan biota laut yang masih langka pun ada di Papua.

Manusia sebagai mahkluk yang unik mengembangkan pikiran yang sangat luas sehingga bisa mempertahankan  hidup di dunia ini. Demikianlah nenek moyang masyarakat Papua  mendefinisikan bahwa manusia dalam ungkapan filosofis ini menggambarkan  betapa tidak berkesudahan perjuangan manusia untuk mencapai titik kepastian akan sebuah kehidupan.  Manusia adalah sebuah perkembangan yang terus – menerus. Manusia selalu mengarahkan pandangan ke masa depan sambil tetap terus berpijak kepada kepastian masa sekarang.

   Tidak mudah bagi nenek moyang masyarakat Papua dahulu berpikir untuk menciptakan kebudayaan guna kebaikan masa depan generasi penerusnya. Betapapun kecilnya kemajuan dan perubahan pemikiran mereka, harus dikelola dengan baik dan bijak supaya semua generasi penerusnya dapat berkembang dengan melestarikan kebudayaannya.

1.2       Rumusan Masalah

Berdasarkan judulnya di atas maka dapat di identifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah tradisi bakar batu ?

2. Kapan saja tradisi bakar batu di laksanakan ?

3. Apa manfaat tradisi bakar batu bagi masyarakat pemilik ?

1.3   Tujuan Penelitian

Berdasarkan judulnya di atas adapun tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Ingin mengentahui bagaimana sejarah tradisi bakar batu ?

2. Ingin mengetahui kapan saja tradisi bakar batu di laksanakan ?

3. Ingin mengetahui manfaatt tradisi bakar batu bagi masyarakat pemilik ?

1.4      Manfaat Penelitian

Berdasarkan judulnya di atas adapun beberapa manfaat penelitian sebagai berikut:

1. Bagi Pembaca,  memberikan gambaran umum tentang tradisi bakar batu.

2. Bagi Penulis,  dapat melatih kemampuan diri dalam bidang menulis secara sistematis.

3. Bagi Pengajar, sebagai referensi dan wujud nyata dari evaluasi atau materi yang diberikan lewat laporan Karya Ilmiah ini.

















BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

1.1    Deskripsi Kerangka

Pada zaman dahulu, nenek moyang masyarakat Papua ingin mengolah hasil kebun dan hasil pertanian mereka, tetapi ketika akan memasak tidak ada pancinya. Maka salah seorang bapak dengan istrinya berpikir dan mengambil batu di sungai kemudian memasukkannya ke dalam tungku api. Ia menunggu selama beberapa menit sampai batu itu panas dan menjadi arang.  Kemudian ia membuat kolam bundaran kecil  di dalam rumah, lalu mengambil  dedaunan kemudian diletakkan dedaunan tersebut di kolam bundaran kecil itu sebagai alas. Selanjutnya, ia menyusun batu di kolam sesuai dengan ukuran kolam. Tak ketinggalan sayuran dan umbi – umbian dimasukkan pula ke dalam kolam bundaran kecil tersebut.  Kemudian ia menutupinya dengan dedaunan sampai beberapa jam lalu di buka, dan hasilnya lezat untuk dimakan.

1       Pengertian Tradisi Bakar Batu

Disebut "bakar batu" karena masyarakat Papua memasak menggunakan batu yang terlebih dahulu dibakar.  Bakar batu merupakan sebuah tradisi budaya nenek moyang maasyarakat Papua dan diwariskan hingga kini. Bakar batu memiliki arti khusus yaitu  memasak segala jenis makanan menggunakan batu, bukan menggunakan kompor atau alat teknologi modern lainnya. Sesuai dengan namanya, dalam memasak dan mengolah makanan untuk pesta tersebut, suku-suku di Papua menggunakan metode bakar batu. Tiap daerah dan suku di Papua memiliki istilah sendiri untuk merujuk kata bakar batu. Masyarakat Paniai menyebutnya dengan “gapii” atau “mogo gapii”, masyarakat Wamena menyebutnya “kit oba isago”, sedangkan masyarakat Biak menyebutnya dengan “barapen”. Namun tampaknya “barapen” menjadi istilah yang paling umum digunakan.

Dari situ mereka mulai berkembang untuk membuat tradisi bakar batu. Semakin lama semakin berkembang di seluruh pelosok daerah pengunungan tengah sampai kini. Walaupun masakannya dengan dedaunan maupun umbi - umbian tetapi mereka tak bisa meninggalkan tradisi ini, karena ini merupakan makanan khas mereka dan makanan ini pun tidak mengandung zat kimia dan  proteinnya lebih tinggi.



2       Makna Tradisi Bakar Batu

            1. Ucapan syukur atas berkat yang melimpah.

            2. Menyambut kelahiran.

            3. Penghormatan terakhir atas kematian.

Upacara kematian dilakukan karena ada pihak keluarga yang ingin agar duduk dan makan bersama dengan saudara-saudaranya.

            4. Mengumpulkan prajurit untuk berperang.

            5. Sarana memulihkan keharmonisan hidup manusia yang terganggu dendam dan 

peperangan atau kematian (simbol perdamaian).

Perdamaian dilakukan pada puncak upacara yakni bakar batu. Karena mungkin 

ada masalah-masalah yang belum terselesaikan, sehingga upacara bakar batu 

dilaksanakan dengan maksud damai dan tidak ada dendam di kemudian hari.

            6. Untuk menyambut tamu penting (gubernur, presiden) yang berkunjung ke  daerah setempat

          7. Ungkapan rasa saling memaafkan di antara mereka.

            8. Merayakan kemenangan dalam peperangan antar suku.

          9. Merayakan pernikahan.

Sementara upacara pernikahan, bakar batu dilakukan karena ingin memberikan makan kepada pihak wanita tersebut, serta ucapan syukur.

         10. Meresmikan gedung atau bangunan







3.  Tata Cara / Pelaksanaan Tradisi Bakar Batu

     1.   Tahap Persiapan

Prosesi acara adat ini sendiri sudah dimulai sejak pagi hari dengan kepala suku yang hanya mengenakan pakaian tradisional Papua berupa topi kepala suku dan koteka berkeliling ke rumah-rumah mengundang para warga.

Tahap persiapan diawali dengan pencarian kayu bakar dan batu yang akan dipergunakan untuk memasak. Batu dan kayu bakar disusun dengan urutan sebagai berikut : pada bagian paling bawah ditata batu-batu berukuran besar, di atasnya ditutupi dengan kayu bakar, kemudian ditata lagi batuan yang ukurannya lebih kecil, dan seterusnya hingga bagian teratas ditutupi dengan kayu. Kemudian tumpukan tersebut dibakar hingga kayu habis terbakar dan batuan menjadi panas. Proses ini memakan waktu sekitar 4-5 jam. Semua ini umumnya dikerjakan oleh kaum pria.

Menjelang siang dilakukan pemburuan hewan yang akan dijadikan persembahan dan nantinya dinikmati bersama-sama dengan seluruh warga. Peserta pesta yang lain berkumpul mengelilingi tempat acara, sambil menari-nari.

Hewan yang akan dijadikan hidangan haruslah dibunuh dengan cara dipanah tepat di jantungnya. Menurut kepercayaan adat, hewan yang langsung mati pada sekali panah menandakan ketulusan hati si pemilik acara. Jika hewan tersebut tidak langsung mati, artinya masih ada ganjalan yang perlu diungkapkan oleh si pemilik acara. Bila dalam sekali panah babi langsung mati, itu merupakan pertanda bahwa acara akan sukses. Namun bila babi tidak langsung mati, diyakini ada yang tidak beres dengan acara tersebut. Hewan buruan yang sudah dibunuh ini lantas dimasukkan ke dalam sebuah liang yang tersedia. 

Apabila itu adalah upacara kematian, biasanya beberapa kerabat keluarga yang berduka membawa babi sebagai lambang belasungkawa. Jika tidak mereka akan membawa bungkusan berisi tembakau, rokok kretek, minyak goreng, garam, gula, kopi, dan ikan asin. Tak lupa, ketika mengucapkan belasungkawa masing-masing harus berpelukan erat dan berciuman pipi.





    

 2.   Tahap Memasak

           Untuk mempersiapkan hidangan ini, warga menggali tanah dengan diameter minimal dua meter dan kedalaman kurang lebih 50cm hingga satu meter hingga menyerupai wajan, lalu di atasnya diletakkan batu-batu yang tadi sudah dipanaskan. Di atas batu-batu panas itu diletakkan berhelai-helai daun pisang dengan menggunakan jepit kayu khusus, yang disebut apando, yang nantinya berfungsi sebagai alas memasak. Baru setelah itu dimasukkanlah sayur-mayur berupa iprika atau daun hipere, tirubug (daun singkong), kopae (daun pepaya), nahampun (labu parang), dan towabug atau hopak (jagung); ubi-ubian (hipere) serta daging-daging hewan utuh seperti ayam dan/atau babi (ekina) ; bumbu masak yang digunakan hanyalah garam. Babi biasanya dibelah mulai dari bagian bawah leher hingga selangkang kaki belakang. Seluruh isi perut babi dikeluarkan menyisakan daging dan lemak tebal yang menempel di kulit. kadang masakan itu akan ditambah dengan potongan barugum (buah).

Setelah bahan masakan dimasukkan, lalu ditutupi lagi dengan daun-daun pisang dan batu-batu panas kemudian ditaburi tanah sebagai penahan agar uap panas dari batu tidak menguap. Proses memasak semua bahan makanan ini memakan waktu setidaknya 2 jam. Sewaktu menunggu makanan masak acara selanjutnya adalah seromonial berupa kata sambutan dari tokoh-tokoh masyarakat, tokoh adat,tokoh gereja dan juga nyanyi-nyanyian pujian dengan bahasa (paniai) yang dibawakan oleh masyarakat.

Setelah matang, makanan akan dihamparkan di atas rerumputan kemudian diberi sari dari buah merah, buah khas Papua. Buah itu diremas-remas hingga keluar pastanya. Pasta dari buah merah dituangkan di atas daging babi dan sayuran yang ditambah dengan penyedap rasa dan garam.

     3.   Tahap Makan Bersama

           Sembari menunggu hidangan matang, para undangan yang berdatangan akan duduk secara berkelompok. Sebagian dari mereka yang datang menggunakan baju adat seperti moge (rok rumbai-rumbai jerami untuk wanita khas Papua) dan koteka ( untuk laki-laki ) kemudia menghias tubuh dengan dau (kalung manik-manik) mege (uang berupa kerang yang digunakan jaman nenek moyang) .Gundukan batu mulai dibongkar. Daging babi, ubi dan sayuran yang sudah matang itu siap dihidangkan. Biasa ssetelah makanan sudah matang, mereka duduk secara berkelompok, mulai dari anak-anak sampai orang tua. Inilah acara makan bersama sebagai puncak acara pesta bakar batu. Ketika hidangan matang, para ibu akan membagikan sayur-mayur dan ubi-ubian kepada tiap-tiap kelompok, sementara kepala suku dan asistennya akan mengangkat dan memotong-motong daging babi yang dimasak. Daging babi yang dimasak harus cukup untuk setiap orang yang datang. Setelah daging-daging dipotong sejumlah undangan yang hadir atau lebih, seorang ibu akan datang membawa noken (tas tradisional Papua) dan memasukkan daging-daging itu ke dalam noken untuk selanjutnya membagikan kepada kelompok-kelompok warga yang hadir. Sebelum proses memakan makanan yang telah dimasak dimulai dengan doa yang di pimpin kepala suku atau tokoh lain (gembala, pendeta , atau tamu undangan yang dianggap paling utama ). Aturan lazim dalam upacara bakar batu adalah setiap orang wajib menikmati hidangan di tempat acara dan tidak sebaiknya membawa pulang daging tersebut. 

Selesai makan biasanya mereka mengadakan acara goyang. Acara goyang diiringi dengan musik dan lagu daerah mereka yang  namanya ugaa / waita / sapusa. Melalui acara goyang ini juga dijadikan ajang mencari jodoh atau saling jatuh cinta antara pria dan wanita.

Pesta Bakar Batu merupakan acara yang paling dinantikan warga Papua. Mereka bahkan rela meninggalkan dan menelantarkan ladang dengan tidak bekerja selama berhari-hari untuk mempersiapkan pesta ini. Selain itu, mereka juga bersedia mengeluarkan uang dalam jumlah yang besar untuk membiayai pesta ini. Pesta ini sering dilaksanakan di daerah papua bagian pegunungan seperti Kabupaten Paniai, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Wamena dan lain-lain”  di daerah pegunungan Papua, Indonesia. Namun, kepastian titik lokasi dilaksanakannya  ini tidak menentu. Jika sebagai upacara kematian maupun pernikahan, pesta ini akan dilaksanakan di rumah warga yang memiliki hajatan. Namun, bila upacara ini sebagai ucapan syukur atau simbol perdamaian biasanya akan dilaksanakan di tengah lapangan besar. Pengunjung yang ingin menyaksikan pesta ini tidak dipungut biaya. Namun, jika yang didatangi adalah pesta untuk upacara kematian, maka biasanya tamu membawa buah tangan. Biasanya, Pesta Bakar Batu ini dilaksanakan di tempat-tempat terpencil, oleh karena itu sulit untuk mendapatkan fasilitas yang memadai.








1.2    Kerangka Pikir 

Kebudayaan/tradisi di suatu daerah tidak lepas dari simbol-simbol. Simbol-simbol inilah yang menjadi ciri khas atau yang memperkaya kehidupan masyarakat, terutama masyarakat di daerah pegunungan tengah, papua. Hal ini disebabkan karena masyarakat di daerah pegunungan tengah masih melestarikan kebudayaan/tradisinya (bakar batu). Salah satu daerah yang masih melestarikan kebudayaan/tradisi ini adalah daerah deiyai. Tradisi yang dijalankan masyarakat deiyai  karena tradisi ini merupakan tradisi yang sudah dilakukan secara turun menurun sehingga masyarakat di deiyai sudah lama atau sudah jaman nenek moyang melakukan tradisi tersebut. Dilihat dari radisi bakar batu tersebut banyak sekali simbol dan makna yang terkandung didalam sesaji yang digunakan dalam upacara-upacara tertentu. Berikut adalah kerangka pikir dari penelitian yang harapannya dapat memberikan gambaran tentang penelitian ini.

         


                                                    Bagan 1. Kerangka berpikir

BAB 3

PROSEDUR PENELITIAN


1.1 Metode Penelitian

A. Bakar batu atau bakar batu dengan cara tempat masak membuat lubang di   tanah 

 










Bakar batu cara ini biasanya dilakukan di wilayah Wamena suku  Dani  dan  Intan  Jaya suku  Moni. Kedua  suku  tersebut cara barapen ini  yang mereka  kenal atau  diwariskan oleh leluhurnya.  Sesuai  kebiasaan  mereka,  kedua  suku  ini  bakar  batu  dilakukan  dengan  cara sebagai  berikut:  Pada  awalnya  mereka  bagi tugas, wanita  mencari sayur-mayur, ubi-ubian atau   keladi, daun  pisang,  alang-alang  dan  mengumpukan  batu. 


    Sedangkan pria mencari, memilah, memilih dan mengumpulkan batu, kayu bakar dan jika babi belum potong, pria harus bunuh, bersihkan dan potong babi, serta membuat tunggu api dan lubang tempat bakar batu. Kegiatan ini dilakukan merupakan tahap persiapan. Tahapan kedua adalah bakar batu (masak). Bakar batu merupakan inti dari  bakar batu itu sendiri.  bakar batu cara ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 

1. Awalnya, membuat lubang sedemikian rupa. Ukurannya sesuai dengan     bahan barapen yang sudah disediakan.

2. Alas batu dasar lubang tersebut. Kemudian alas alang-alang dan susun batu panas.

3. Sesudah itu, alas alang-alang dan daun pisang di atas batu panas tersebut.

4. Di atas daun pisang susun ubi-ubian (keladi dan petatas).

5. Kemudian, alas daun di atas ubi-ubian dan susun batu panas.

6. Sesuada itu, alas daun pisang dan susun sayur-sayuran, daging, kemudian  sisipkan batu panas di antara daging-daging.

7. Akhirnya, Tutup dengan daun dan ditutup rapat dengan batu atau kayu berat.

8. Tunggu masak durasi waktu ( 1/2 jam ) tergantung batu panas yang disisipkan.

9. Dan selanjutnya siap diangkat hasil barapennya.




B. Bakar batu dengan cara tanpa membuat lubang di tanah


Bakar  batu  atau  barapen  cara  ini  biasa  dilakukan  di   daerah   Pegunungan  Bintang (suku Ngalum)  dan  Paniai, Deiyai,  Dogiyai  (Suku Mee). Masyarakat  adat  keempat daerah tersebut, mereka  bukan  saja  mengenal  cara  barapen  ini  melainkan  mereka  mengenal dan sering  barapen  dengan  cara  membuat  lubang  juga  di  tanah. 


Namun bakar batu atau barapen yang dominan dilakukan kedua suku adalah bakar batu cara tanpa membuat lubang di tanah.  Kedua cara bakar batu ini sama proses kerjanya. Barapen cara ini dilakukan dengan  langkah-langkah sebagai berikut.

1. Pada awalnya, membuat satu tempat berbentuk empat persegi. Pola tersebut dibentuk dengan batang pisang atau kayu. Tempat tersebut merupakan tempat untuk bakar batu atau panaskan batu dan tempat masak;

2. Kemudian, tempat tersebut susun batu sesuai pola tempat tersebut. Batu yang digunakan adalah batu yang sudah diseleksi/dipilih;

3. Setelah itu, di atas batu tersebut pasang api; 

4. Ketika bara api semakin besar, masukan batu-batu dalam api. Batu itu untuk sisipkan di antara daging;

5. Jika babi baru dibunuh, bersihkan/bakar buluhnya di api tersebut; 

6. Sementara tunggu batu panas, babi yang sudah dibersikan itu, potong sedemikian rupa.

7. Setelah batu panas dan kayu yang dibakar habis, pisahkan batu untuk sisipkan di antara daging dengan batu alas yang disusun berbentuk empat persegi tersebut;

8. Kemudian, di atas batu panas itu alas daun, di atas daun taru ubi-ubian (keladi dan petatas). Setelah itu, alas daun dan taru batu panas. Di atas batu panas alas daun,  susun sayur-sayuran, daging dan sisipkan batu panas yang dibungkus daun di tengah daging-daging. 

9. Akhirnya,  tutup dengan daun dan tindiskan dengan batu atau kayu yang berat agar uap tidak keluar.

10. Tunggu masak dan siap angkat.




1.2 Populasi dan Sampel

1. Populasi

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi/objek penelitian adalah tradisi bakar batu di Deiyai yang di ambil secara material sebagai rancangan untuk karya ilmiah dalam bentuk proposal ini

2.  Sampel 

a. Sampel wilayah

Berdasarkan atas sampel wilayah, yang menjadi daerah sasaran untuk penelitian tradisi bakar batu ialah Desa Onago, Kecamatan Tigi Barat, Deiyai.

                b.   Sampel Penduduk

                Alasan pengambilan sampel penduduk ini adalah atas pertimbangan jumlah masyarakat atau penduduk yang menjadi objek di daerah yang ditujukan untuk menjadi daerah penelitian tradisi bakar batu tersebut. Masyarakat atau penduduk di daerah yang di tujukan untuk menjadi daerah penelitian tradisi bakar batu tersebut terdiri dari beberapa pelajar Sd, Smp, Sma, Mahasiswa, dan juga beberapa PNS serta teruma yang Petani. Untuk lebih jelasnya lihat tabel berikut.

No Kriteria Masyarakat Jumlah Sampel

1 SD ( Sekolah Dasar ) 10%

2 SMP (Sekolah Menengah Pertama ) 5%

3 SMA ( Sekolah Menengah Atas ) 5%

4 MAHASISWA 25%

5 PNS ( Pegawai Negeri Sipil ) 15%

4 PETANI 40%

TOTAL 100%

TABEL 1.1 Tabel pengambilan pendapat Masyarakat






1.3    Instrumen Penelitian

Dalam prosedur penelitian, yang menjadi instrumen saya adalah observasi dan   dokumentasi untuk meneliti objek yang saya taru sesuai dengan judul dari pada proposal ini sebagai rancangan untuk guna memenuhi tugas prasarah mengikuti kompetesi dasar karya ilmiah

         1. Observasi

Dalam mengumpulkan data, salah satu instrumen saya ialah observasi. Saya mengobservasikan secara material saja tentang tradisi bakar batu di deiyai, yang juga dimana daereah/kabupaten yang saya berasal ini. Biasanya tradisi bakar batu ini diadakan atau di laksanakan saat momen-momen tertentu yang dianggap penting oleh masyarakat setempat sebagai tanda ucapan syukur. Misalnya :

.          1. Ucapan syukur atas berkat yang melimpah ( bulan desember )

          2. Menyambut kelahiran.

              3. Penghormatan terakhir atas kematian.

4. Mengumpulkan prajurit untuk berperang.

5. Sarana memulihkan keharmonisan hidup manusia yang terganggu dendam dan peperangan atau kematian (simbol perdamaian).

6. Untuk menyambut tamu penting (gubernur, presiden) yang berkunjung ke          daerah setempat.

            7. Ungkapan rasa saling memaafkan di antara mereka.

            8. Merayakan kemenangan dalam peperangan antar suku.

            9. Merayakan pernikahan.

            10. Meresmikan bangunan atau gedung

Di dalam upacara bakar batu ini, yang berperan penting ialah kepala suku sebagai pemimpin daerah setempat dan juga masyarakat sebagai bawahan dari kepala suku tersebut yang akan mendengar arahan dari kepala suku ketika upacara bakar batu di laksanakan. Untuk melaksanakan upacra bakar batu ini yang berperan aktif ialah pria dan wanita. Pria bertugas untuk mencari kayu bakar, mengumpulkan batu, mencari daun pisang/alang-alang, membuat lubang di tanah, membakar batu yang telah di kumpulkan, membersikan daging babi ( bakar babi dan bersihkan bulu-bulunya lalu potong sedemikian mungkin ). Wanita bertugas untuk mencari sayur-mayur, mencari umbi-umbian, membuat sambal untuk di campurkan dengan daging yang akan di masak dan juga untuk sayur-mayur setelah selesai masak. Untuk tahap memasaknya pria dan wanita akan melaksanakannya bersama-sama, mulai dari memasukan batu yang di bakar sampai dengan tahap akhir yaitu membungkus semua yang telah di masukan dan di bungkus dengan daun pisang/alang-alang ke dalam lubang tanah yang telah di gali itu. Dan selanjutnya tahap makan bersama itu, pria yang akan memotong daging yang sudah di masak dan wanita yang akan membagikannya, tetapi yang menjadi dominan ialah pria dan wanita yang bertugas itulah yang akan membagikannya bersama-sama ke seluruh orang-orang atau masyarakat yang mengikuti upacara bakar batu ini.

Demikianlah observasi yang saya tuangkan secara material dalam bentuk proposal ini sesuai apa yang saya  ketahui tentang tradisi bakar batu di daerah saya ( Kabupaten Deiyai ).

2.  Dokumentasi

Bukan hanya observasi saja yang menjadi material dalam proposal yang saya buat ini, tetapi juga dokumentasi sebagai gambaran atau bukti dari penelitian yang saya buat ini.

1. Hp ( heandphone )

    Hp ( heandphone ) guna membantu untuk mengambil gambar sebagai bukti dimana penelitian yang saya lakukan ini dapat terbukti melalui gambar yang diambil secara material ini. 

                 2. Laptop

                            Laptop juga menjadi salah satu dokumentasi saya dalam menyusun proposal ini, karena melalui laptop saya dapat mengetik proposal ini serta mencari informasih tentang sejarah tradisi bakar batu sesuai judul dari pada proposal ini.









1.4   Teknik Pengumpulan Data

        1. Kualitatif

                  Kualitatif ini adalah salah satu teknik pengumpulan data yang saya lakukan untuk menyusun proposal secara material dengan berbagai pertanyaan yang dimana akan saya lakukan, ketika berwawancara langsung dengan subjek( orang ) yang ingin saya mewawancarai tentang tradisi bakar batu ini. Adapun pertanyaan-pertanyaan itu ialah :

                          1. Bagaimana sejarah tradisi bakar batu ini ?

                          2. Kapan saja tradisi bakar batu ini dilaksanakan ?

                          3. Apa manfaat tradisi bakar batu bagi masyarakat yang setempat.

        2. Kuantitatif

                Bukan hanya melalui kualitatif saja, tetapi pengumpulan data diperoleh melalui Kuantitatif yang dapat di ambil dalam berupa angka untuk mengetahui suatu jangka waktu dimana tradisi bakar batu ini dilaksankan. Biasanya yang paling sering dilaksanakannya  tradisi bakar batu di daerah saya ( Deiyai ) setiap tanggal 24 dan 25 desember dan tanggal 1 januari sebagai tanda pengucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat dalam tabel berikut ini. 

          Contoh: Tabel kuantitaif tradisi bakar batu di deiyai, tahun 2018

No Tanggal kegiatan Waktu/jam

1 24 desember 2018 Upacara bakar batu di setiap rumah masing-masing bagi umat kristiani 05:00 sampai selesainya

2 25 desember 2018 Upacara bakar batu di setiap gereja 05:00 sampai selesainya 

3 1 januari 2019 Upacara  bakar     batu    di setiap    rumah    masing- masing      tapi    sering juga   tidak      melaksanakannya                 ( tergantung masyarakat sendiri ) Tidak  tertentu waktunya    karena upacaranya   kadang  dilaksanakan      dan    kadang   tidak       di laksanakan     (tergantung masyarakat sendiri)


                

                

           

BAB 4

ORGANISASI, JADWAL, DAN BIAYA PENELITIAN


1.1    Organisasi Penelitian

BAB 5

PENUTUP


1.1    Kesimpulan 

Disebut "bakar batu" karena masyarakat Papua memasak menggunakan batu yang terlebih dahulu dibakar. Tradisi ini mempunyai banyak makna bagi masyarakat Papua. Bakar batu sendiri terdiri dari 3 tahap dalam pelaksanaannya yaitu : Tahap persiapan, tahap memasak, dan tahap makan bersama.

1.2    Saran

Di dunia ini semua manusia mempunyai budaya masing – masing yang tidak sama antara satu dengan lainnya. Bakar batu tersebut berasal dari nenek moyang mereka yang telah mewariskan secara turun temurun dan hingga kini masih menjadi bagian dari rutinitas mereka. Manusia tidak bisa tinggalkan budaya, di mana ada manusia pasti ada budaya dan  mewariskan turun – temurun karena budaya merupakan hasil pemikiran manusia dan anugerah Tuhan. 




DAFTAR PUSTAKA

http://sapereaudeboga.blogspot.com/2017/07/bakar-batu-atau-barapen-cara-masak.html

https://adira.co.id/sahabatlokal/tradisi-bakar-batu-tradisi-tua-yang-unik-dari-papua

http://diaryforberti.blogspot.com/2014/12/makalah-sosiologi-tradisi-bakar-batu-di.html

LAMPIRAN-LAMPIRAN 

   

  


Komentar

Postingan populer dari blog ini

ETNOGRAFI PAPUA - SUKU MEE

PENELITIAN RUGI DAYA DAN ENERGI SERTA KERUGIAN FINANSIAL